Archive for 2015
Aksara Lontara
By : Unknown
Aksara Lontara
Di sini saya tidak akan mengu/opas tentang penggunaan dan penulisan aksara lontara di karenakan terlalu sulit dan rumit. Bahkan mungkin bapak saya tidak bisa :v.
1. Pengertian
Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar.
Bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari
"sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala yang
artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah
sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa
eppa (empat sisi) adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang
menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Huruf lontara ini pada
umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan.
Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk
kasar (kira-kira sebesar lidi).
2. Sejarah
Lontara adalah perkembangan dari tulisan Kawi yang digunakan
di kepulauan Indonesia sekitar tahun 800-an. Namun dari itu, tidak diketahui
apakah Lontara merupakan turunan langsung dari Kawi atau dari kerabat Kawi lain
karena kurangnya bukti. Terdapat teori yang menyatakan bahwa tulisan Lontara
didasarkan pada tulisan Rejang, Sumatra selatan karena adanya kesamaan grafis
di antara dua tulisan tersebut. Namun hal ini tidak berdasar, karena beberapa
huruf lontara merupakan perkembangan yang berumur lebih muda.
Istilah "Lontara" juga mengacu pada literatur
mengenai sejarah dan geneologi masyarakat Bugis. Contoh paling panjang dan
terkenal barangkali merupakan mitos penciptaan bugis Sure’ Galigo, dengan
jumlah halaman yang mencapai 6000 lembar. Lontara pernah dipakai untuk menulis
berbagai macam dokumen, dari peta, hukum perdagangan, surat perjanjian, hingga
buku harian. Dokumen-dokumen ini biasa ditulis dalam sebuah buku, namun
terdapat juga medium tulis tradisional bernama Lontara’, dimana selembar daun
lontar yang panjang dan tipis digulungkan pada dua buah poros kayu sebagaimana
halnya pita rekaman pada tape recorder. Teks kemudian dibaca dengan menggulung
lembar tipis tersebut dari kiri ke kanan.
Walaupun penggunaan aksara Latin telah menggantikan Lontara,
tulisan ini masih dipakai dalam lingkup kecil masyarakat Bugis dan Makassar.
Dalam komunitas Bugis, penggunaan Lontara terbatas dalam upacara seperti
pernikahan, sementara di Makassar tulisan Lontara kadang dibubuhkan dalam tanda
tangan dan dokumen pribadi.
Source : https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Lontara
Suku Bugis
By : Unknown
Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi
Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat,
sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad
ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah
terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Berdasarkan sensus
penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta
jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia,
seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Selatan. Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak
ditemukan di Semenanjung Melayu (Malaysia) dan Singapura yang telah beranak
pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa
perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi
merantau ke mancanegara.
1. Sejarah
- Awal Mula
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu
Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia
tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti
orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina
yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
- Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan
membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik
antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan
adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis
tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap,
Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba,
Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar
adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
- Masa Kerajaan
- Kerajaan Bone
- Kerajaan Makkasar
- Kerajaan Soppeng
- Kerajaan Wajo
- Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang
subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani
dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain
itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang
pendidikan.
2. Bugis si Perantau
Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal
luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei,
Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota
Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar,
sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka.
- Penyebab Merantau
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik
sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak
tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis
bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong
oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat
diraih melalui kemerdekaan.
Source : https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis